INILAHTASIK.COM | Keberadaan PKL Cihideung hingga hari ini tetap dibiarkan berdiri, meski keberadaannya diduga melanggar peraturan. Pemkot, seolah tetap membiarkan PKL Cihideung tetap kumuh, semrawut, dan tak tangung, separuh badan jalan dihabiskan untuk mengakomodir keberadaan para pedagang kaki lima tersebut.
Padahal, keberadaan PKL Cihideung, jelas bertentangan, dan tidak sesuai dengan Peraturan Wali Kota Nomor 60 Tahun 2015 tentang Penataan PKL Ruas Jalan cihideung Kota Tasikmalaya. Sampai saat ini, PKL Cihideung, nyaris tak pernah tersentuh penertiban dan penataan pihak aparat pemkot Tasikmalaya.
Investasi gerobak dari APBD yang jumlahnya mencapai miliaran rupiah itu, seolah menjadi mubadzir, karena sebagian besar gerobak telah beralih fungsi, dari tempat berjualan menjadi hanya sekedar penghalang atau pembatas area jualan para pedagang.
Rencana penataan PKL Cihideung yang sejak selama digaungkan pemkot Tasikmalaya, sampai saat ini, hanya sebatas wacana yang cenderung “stagnan” alias jalan ditempat, tidak ada perkembangan yang jelas. Alih-alih mau ditata, yang nampak justru malah pembiaran, seolah PKL Cihideung menjadi “Haram” untuk ditata.
Pengamat sekaligus Konsultan Perencana Tata Kota Ir Nanang Nurjamil MM, saat diminta tanggapannya, Jum’at (18/07/2020) mengatakan, secara pribadi sudah berulangkali menyampaikan ide atau gagasan konsep, terkait penataan PKL Cihideung, baik ke DPRD atau pun Pemkot Tasikmalaya. Tapi sayang, usulan tersebut hanya sekedar di apresiaai tanpa ada realisasi.
“Saya tidak tahu maunya dan kendala pemkot dalam menata PKL Cihideung itu apa sebenarnya. Konsep sudah saya sampaikan, bahkan sudah dengan detail gambarnya saya sampaikan melalui presentasi dalam beberapa kali audiensi, tapi hanya sekedar diterima dan didengarkan saja tanpa ada realisasi tindaklanjut dalam bentuk pelaksanaan.” ungkapnya.
“Padahal kawasan Cihideung itu adalah bagian dari etalase atau wajah kota Tasikmalaya, masa iya, pemkot tidak malu wajah kotanya kumuh seperti itu! Kalau saya, dan mungkin masyarakat kota Tasik lainnya, tentu merasa prihatin melihat etalase kota kondisinya seperti itu,” tambahnya.
Ia menyebut, akibat adanya “pembiaran” terhadap keberadaan PKL Cihideung, akhirnya menimbulkan rasa ketidakadilan serta perlakuan diskriminatif pihak pemkot kepada para PKL dikawasan lain yang selama ini sering menjadi “bulan-bulanan” petugas Satpol PP.
“Ari PKL Cihideung diantep, ari urang kunaon dibuburak wae teu meunang jualan?. Begitu Seringkali terdengar keluhan dan protes dari para PKL dikawasan lain ketika ditertibkan Satpol PP,” tandasnya. (Pid)
Discussion about this post