INILAHTASIK.COM | Tujuh lembaga pendidikan keagsmaan kembali mendatangi Kantor LBH Ansor, Kamis (18/02) petang. Mereka meminta bantuan hukum terkait pemotongan Bantuan Sosial Provinsi Jawa Barat Tahun Anggaran 2020.
Rencananya, para penerima bansos akan menjalani pemeriksaan di Mapolres Tasikmalaya, Jumat (19/02/2021) hari ini.
Mayoritas penerima bantuan merupakan pemilik lembaga Taman Kanak-kanak Al-quran (TKA) dan Taman Pendidikan Al-quran (TPA). Mereka mengaku sangat terpukul mentalnya atas kejadian yang dialami. Terlebih, mereka akhirnya harus menjalani pemeriksaan di Kepolisian.
“Terus terang pak, saya terus kepikiran hingga tidak enak makan dan tidur. Bahkan saat shalat pun kadang terlintas dan membuat tidak khusuk. Pasalnya banyak yang datang ke tempat saya, mulai dari oknum Ormas, hingga oknum yang mengakukan diri sebagai wartawan,” ungkap salah satu penerima yang minta identitasnya dirahasiakan.
Ketua LBH Ansor Kabupaten Tasikmalaya, Asep Abdul Rofiq mengaku siap mendampingi para penerima bantuan hingga tuntas. Pasalnya dalam kasus ini ia melihat ada aktor besar yang berperan penting menyalurkan dan mengkordinir bantuan hingga akhirnya dipotong. Namun dirinya belum bisa menyimpulkan siapa aktor tersebut, karena harus melalui pembuktian hukum.
“Kami siap membantu para penerima yang menjadi korban ini hingga kasusnya tuntas,” terang Asep di kantornya, Kamis (18/02/2021).
Baca: Tujuh Lembaga Penerima Bansos Minta Pendampingan Hukum LBH Ansor
Ada cerita menarik yang muncul dari kasus dugaan pemotongan dana bansos ini. Meski masih harus dibuktikan secara hukum, pelaku pemotongan bantuan memakai password nama “SUBARKAH” dalam menjalankan aksinya.
Menurutnya, Subarkah ini diyakini hanya nama samaran belaka. Penerima Bansos Provinsi mengaku didatangi orang yang mengaku namanya Subarkah. Ia meminta jatah uang bantuan sebesar 50 persen dari total jumlah yang diterima. Ditambah Rp 5 juta pengganti biaya transport dirinya.
Namun anehnya, dari keterangan penerima, berdasarkan ciri-ciri fisik dan perawakan yang mengaku bernama Subarkah ini selalu berbeda. Ada yang kedatangan dengan sosok berperawakan kecil, namun ada pula yang bertubuh tinggi. Sehingga diyakini nama Subarkah hanya sebagai password penghilang jejak dari jaringan pelaku pemotongan bansos tersebut.
“Jadi para penerima ini mengaku setelah mereka mencairkan bantuan, tidak lama setelah itu kemudian mereka ditelepon dan didatangi seseorang yang mengaku bernama Subarkah. Orang itu yang melakukan eksekusi pemotongan bantuan,” jelasnya.
Hasil penghitungan LBH Ansor, dari 7 lembaga pendidikan keagamaan jumlah potongan mencapai Rp 1,359 Miliar. Satu lembaga penerima saja nilainya rata-rata Rp 300 hingga Rp 400 juta. “Kita meyakini, jumlah penerima bansos dari provinsi di Kabupaten Tasikmalaya jumlahnya diperkirakan mencapai ratusan lembaga,” tambahnya.
Kebanyakan penerima, tidak mengajukan permohonan bantuan secara langsung, melainkan atas penawaran salah satu Organisasi keremajaan dan kepemudaan di Tasikmalaya. Termasuk pengurusan administrasi pengajuan bantuan pun dilakukan oleh oknum yang menawarkan bantuan tersebut.
“Mereka ini ditawari asalnya untuk dapat bantuan oleh salah satu organisasi keremajaan dan kepemudaan. Jadi tidak mengajukan inisiatif lembaga,” pungkasnya. (Pid)
Discussion about this post