INILAHTASIK.COM | Aparat gabungan dari Badan Narkotika Nasional (BNN) Pusat, bersama Kepolisian Daerah Jawa Barat, TNI, dan Pemerintah Daerah menggelar Press Confrence pasca penggerebegan pabrik sumpit di Kelurahan Gunung Gede, Kecamatan Kawalu, Kota Tasikmalaya pada Rabu (27/11/2019).
Deputi BNN, Irjen Pol Drs Arman Depari, menjelaskan, lokasi tempat kejadian perkara atau TKP sudah cukup lama dijadikan sebagai tempat produksi obat-obatan ilegal dan juga narkoba. Narkoba yang diproduksi adalah jenis PCC atau Paracetamol Caffein Carisoprodol.
Menurutnya, jenis ini sangat diminati oleh anak anak muda sekarangini, dan harganya juga cukup murah sertaterjangkau. Pasarnya menyebar hampir ke seluruh Indonesia, termasuk beberapa kota besar di pulau Jawa, Sulawesi, Kalimantan, bahkan ke Jakarta.
Dalam operasi dilakukan beberapa Minggu kebelakang, lanjut ia, pihaknya telah melakukan pengungkapan dan penyitaan termasuk mengamankan beberapa orang yang diduga sebagai tersangka dengan jumlah barang bukti cukup banyak yang sudah jadi dan siap edar. “Kurang lebih sebanyak dua juta butir, dan sejumlah bahan baku yang masih tersisa dan siap produksi,” terangnya.
Dengan pengungkapan tersebut, katanya, masyarakat dapat mengetahui bahwa para pelaku pembuat obat-obatan seperti ini dapat beroperasi dimanapun dengan cara menyamar, seperti lokasi saat ini seolah-olah tempatnya pabrik yang memproduksi pop stik atau sumpit. “Tapi di ruang-ruang tertentu mereka memproduksi obat-obatan ilegal, dan bagi kita jenis tersebut adalah obat yang mengandung narkotika,” ujar ia.
Saat ini, sambungnya lagi, aparat telah berhasil mengamankan 9 calon tersangka, peralatan produksi mesin pencetak, open, bahan kimia berbahaya dan obat, serta sejumlah barang bukti lainnya. “Sekarang ini kita belum bisa menjelaskan secara rinci karena masih dalam proses pemeriksaan. Sejumlah barang bukti lain yang berhasil diamankan diantaranya ada yang sudah siap kirim ke Jawa Tengah, untuk distribusi ke Sulawesi, dan Kalimantan,” tambahnya.
Dari hasil keterangan sementara, disebutkan Arman, pabrik tersebut sudah beroperasi selama setahun dengan jumlah produksi per hari sebanyak 120 ribu butir. Barang bukti yang diamankannya tidak hanya di Tasikmalaya saja, tapi juga dari Purwokerto dan Cilacap. “Modus operasinya, mereka sengaja memisahkan tempat produksi dengan gudang untuk mengantisipasi ketika pabriknya terjaring operasi. Stok barang mereka masih aman. Untuk menghindari terungkap oleh aparat, mereka memutus jaringan, antara satu dan lainnya, agar tidak kelihatan,” terangnya.
Sementara, ungkap Arman, untuk bahan bakunya sendiri, salah satunya tidak diproduksi di Indonesia, bahkan harganya juga cukup mahal. Untuk memperolehnya, mereka harus beli dari luar Negeri. Sindikat ini besar atau kecil ada kemungkinan keterkaitan dengan jejaring internasional.
“Saat ini kita masih melakukan pengejaran dan pengembangan. Pasal yang kita kenakan, Undang-undang Kesehatan, UU Narkotika pasal 114, dan pasal 124, kalau nanti ditemukan transaksi keuangan yang mengarah dalam jumlah besar, tidak menutup kemungkinan kita kenakan juga pasal 5 dan 10 tentang tindak pidana pencucian uang, dengan ancaman pidana minimal 5-10 tahun,” pungkasnya. (Pid)
Discussion about this post