INILAHTASIK.COM | Penambahan jumlah penduduk berdampak signifikan terhadap peningkatan kebutuhan hunian perumahan. Guna memenuhinya tentu memerlukan lahan dan dipastikan bakal terjadi alihfungsi lahan.
Menanggapi hal tersebut, salah satu tokoh masyarakat sekaligus Pemerhati, Ir. H. Nanang Nurjamil, MM., mengaku pritahin dengan kondisi lahan pertanian di Kota Tasikmalaya sekarang ini.
Ia menjelaskan, berdasarkan catatannya dari data informasi yang telah dimuat di berbagai media, pada tahun 2017 lahan pertanian yang tersisa di daerah Kota Tasik hanya tinggal 5.990 hektare.
“Angka itu akan terus menyusut seiring dengan pertambahan kebutuhan rumah hunian dan alihfungsi lahan, terlebih Kota Tasik setahu saya belum memiliki RTRW yang final sudah diperdakan dan Perda Sawah Abadi sebagaimana yang diinstruksikan Gubermur Jabar, sehingga akibatnya penyusutan lahan pertanian tidak bisa lagi terhindarkan,” ujar Nanang, di kediamannya, Jumat (04/12/2020).
Ia juga menerangkan bahwa kondisi tersebut semakin dipicu oleh sikap para petani pemilik lahan yang tidak bisa menolak dana yang ditawarkan para investor pengembang yang cukup menggiurkan untuk membangun perumahan atau pertokoan.
“Untuk diketahui, bahwa 65 persen lahan di Kota Tasik awalnya merupakan lahan pertanian, indikasi ini diperkuat dengan catatan beberapa tahun kebelakang sekitar 63 ribu kartu keluarga (KK) atau 35 persen warga Kota Tasik masih bermata pencaharian sebagai petani. Tapi, anehnya kenapa justru sekarang visi dan misi pembangunan kota malah diarahkan menjadikan sebagai kota jasa, industri dan perdagangan termaju di Priangan Timur?,” tanya Nanang.
Menurutnya, data Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, selama 8 terakhir tercatat ada 194 hektare lahan persawahan yang hilang dengan perincian tahun 2008 masih ada 6.184 hektare lahan persawahan.
“Tahun 2015 tersisa 5.990 hektare, dan tahun ini mungkin sudah semakin jauh menyusut. Berkurangnya luas lahan persawahan ini akan sangat berpengaruh terhadap produksi gabah di Kota Tasikmalaya,” terangnya.
Ia menyebut, semakin sempitnya lahan pertanian bakal berdampak pada penurunan produksi gabah. Sementara, pemerintah pusat dan provinsi menekankan agar produksi gabah harus semakin bertambah setiap tahunnya.
Menurut data tercatat, lanjut Nanang, produksi gabah di Kota Tasik tahun 2014 sebanyak 85.332 ton dan di tahun 2015 turun menjadi 79.083 ton. Artinya, selama setahun produksi gabah bisa menurun sekitar 6.249 ton. Selain itu tercatat ada 194 hektare lahan persawahan yang dialihfungsikan. Jika rata-rata satu hektare lahan sawah menghasilkan 6 ton gabah, maka hilangnya 194 hektare lahan persawahan akan mengurangi sebanyak 1.164 ton produksi gabah.
Nanang berharap, program Pengelolaan 1.000 hektar Lahan Pangan Berkelanjutan dalam upaya untuk menjaga ketahanan pangan kota dan keseimbangan ekosistem lingkungan dapat berjalan secara optimal, termasuk pengajuan lahan abadi oleh pemerintah seluas 1.000 hektare juga dapat terealisasi.
“Jika tidak, maka dalam lima tahun kedepan Kota Tasikmalaya akan mengalami degradasi produksi pertanian dan krisis lahan pangan. Disamping itu, visi dan misi pembangunan Kota Tasik kembalikan ke kota Pertanian dan Agroindustr, bukan kota jasa industri dan perdagangan,” pungkasnya. (IR)
Discussion about this post