INILAHTASIK.COM | Polemik Pilkada Kabupaten Tasikmalaya terus berlanjut. Baru-baru ini, salah satu tim pasangan calon melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) lantaran menduga adanya kecurangan-kecurangan yang terjadi selama proses pemilihan. Tak hanya itu, sejumlah aksi pun mewarnai jalannya Pilbup Tasik.
Melihat kondisi demikian, Pemerhati dan juga salah satu Tokoh Masyarakat Tasikmalaya, Ir. H Nanang Nurjamil, MM berpendapat polemik pilkada di Kab. Tasikmalaya tidak seharusnya terjadi jika seluruh penyelenggara Pemilu menjalankan semua kewenangan, tugas dan tanggungjawabnya secara profesional, proporsional dan maksimal.
“Sayang, anggaran Pilkada Kab. Tasik yang begitu besar (Rp.57,7 Milyar) harus menghasilkan polemik Pilkada seperti sekarang ini. Karena itu KPU, Bawaslu, dan Panwas harus bertanggungjawab atas hasil pemilu ini,” ucapnya, Jumat (25/12/2020).
Nanang juga mengungkapkan, sebagaimana dijelaskan dalam PKPU RI No.11/2020 tentang perubahan atas PKPU No.4/2017 tentang kampanye pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota yang sedang menjabat dan mencalonkan kembali pada daerah yang sama harus mengajukan cuti kampanye di luar tanggungan Negara selama masa kampanye.
“Pada ayat (3) juga dijelaskan bahwa selama kampanye, Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, atau Wakil Walikota serta Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, terlebih pada Pilkada Kab. Tasik kali ini ada petahan yang menjadi peserta yang tentunya akan rawan, terutama terkait netralitas ASN, penggunaan fasilitas negara serta program-program bantuan yang riskan dijadikan sebagai alat kampanye oleh calon petahana,” papar Nanang.
Menurut ia, hal itu seharusnya dari sejak awal diawasi dengan ketat oleh Bawaslu, jangan sampai semisal ada bantuan sosial dari pihak ke-3 atau program dari pemerintah kemudian diklaim dan ditempeli poster/photo petahana, lalu diserahkan kepada masyarakat seolah-olah bantuan dari Paslon Petahana.
“Hal-hal seperti ini sudah menjadi rahasia umum dan sering terjadi, sehingga kemudian sering memantik Polemik dan mencederai azas demokrasi, objektivitas dan transparansi dalam Pilkada, terlebih kali ini dilaksanakan dalam situasi pandemi Covid-19 yang sehingga menjadi semakin rawan karena banyaknya program-proram bantuan sosial, baik dari pemeritah provinsi maupun pusat. Karena itu, sangat wajar kalau kemudian ada Paslon yang membawa hasil Pilkada ke MK karena diduga banyaknya indikasi kecurangan dan pelanggaran yang menjadi temuan,” beber Nanang.
Ia menyebut, jika sistem pengawasan Pemilu berjalan dengan baik dan maksimal, maka sejatinya pelanggaran-pelanggaran yang ada harus ditemukan oleh Panwaslu dan Bawaslu, bukan oleh tim pemenangan Paslon, sehingga saat itu juga bisa langsung dicegah dan ditindak.
“Ini kan terbalik, masyarakat atau tim Paslon yang melapor. Padahal tugas Bawaslu dan Panwas mulai dari pencegahan, pengawasan dan penindakan bersama aparat penegak hukum kepolisian dan kejaksaan (Gakumdu). Jadi pendapat saya, kekisruhan atau polemik yang terjadi dalam Pilkada Kab. Tasik kali ini berawal dari adanya kelemahan sistem pengawasan dan kurang maksimalnya lembaga penyelenggara dalam menjalankan tugas, tanggungjawab dan kewenangan sesuai peraturan yang semestinya dijalankan,” tandas Nanang. (IR)
Discussion about this post