Sebuah pepatah yang patut untuk direnungkan. Mengingat bangsa kita mempunyai akar sejarah yang sangat panjang dengan segala perhelatannya. Presiden Sukarno seringkali memperingati kita dalam banyak tulisannya, Jas Merah (jangan sekali sekali melupakan sejarah). Sejarah yang telah terukir adalah warisan dari para pendahulu kita yang wajib kita ambil hikmahnya sebagai penentu masa depan agar kita tak salah melangkah ke depan.
Sekitar 80 tahun yang lalu bangsa kita pernah menjadi korban kekejaman imperialisme barat yang di dalamnya tentu saja banyak terjadi disintegrasi bangsa bahkan sampai krisis kemanusiaan. Bagaimana tidak, bentuk imperialisme ini menghasilkan para buruh yang dinamakan sebagai Rodi dan Romusa. Mereka bekerja bukan untuk mendapatkan gaji, apalagi kekayaan. Tetapi mereka bekerja hanya sekedar untuk bertahan hidup dan demi sesuap nasi. Karena pada saat itu, imperialis hanya mengeruk serta mengeksploitasi kekayaan alam Nusantara dan mengamputansi nilai kemanusiaan penduduk aslinya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan.
Sebuah penggalan Pembukaan UUD 45 yang menjadi fokus renungan penulis saat ini. Mencerdaskan kehidupan bangsa yang berdasarkan kemerdekaan. Mengingat tanggal 5 oktober adalah hari guru sedunia, maka penulis akan mencoba menelisik tentang peran guru dalam mengisi kemerdekaan. Apalagi dalam beberapa media sempat diberitakan bahwa banyak para guru yang berstatus Honorer yang melakukan aksi di beberapa tempat.
Maju mundurnya sebuah bangsa itu tergantung dari kualitas pendidikannya, maju mundurnya pendidikan, tergantung kepada kualitas gurunya. Maju dan mundurnya seorang guru dalam mendidik tergantung fasilitas pendukungnya. Maka bisa dipastikan pendidikan butuh ekspansi penyediaan guru berkualitas, harus dipastikan guru mendapat pelatihan serta penunjang yang efektif guna melengkapi mereka dalam merespons kebutuhan semua siswa sebagai anak asuhnya.
Menurut Azoulay, tersedianya guru berkualitas harus menjadi komitmen pemerintah untuk menjamin hak dasar anak-anak atas pendidikan. Karena itu pendidikan serta pelatihan dan faktor pendukung guru dalam sepanjang karirnya sebagai pendidik harus dilakukan serta mendapat perhatian yang memadai.
Saat ini masih ada diskriminasi bagi anak-anak miskin dan marjinal karena mereka guru yang hanya tidak minim dalam jumlah, tetapi tidak terlatih dari aspek pedagogi, berstatus honorer dan tidak mendapat fasilitas pendukung yang membuat guru tersebut fokus dalam kegiatan belajar mengajarnya.
Pemerintah selaku pemegang kebijakan seharusnya menunjukkan penghargaan kepada guru sebagai profesi yang bernilai dan memberikan gaji yang layak dan meningkatkan kondisi kerja guru. Saat ini pemerintah belum mengambil langkah konkrit untuk menangani hal ini, padahal pendidikan adalah faktor yang paling utama dalam sektor pembangunan bangsa.
Zaman penjajahan, para rodi dan romusa bekerja untuk hanya untuk makan sekedar bertahan hidup, sekarang guru honorer bekerja digaji, tetapi hanya cukup untuk sekali makan dan sekedar bertahan hidup. Lalu apa bedanya guru honorer dengan rodi dan romusa? Saya kira bahwa nasib mereka sama tak ada bedanya, mengingat beban menjadi guru dan rodi sama beratnya. Yang membedakan hanyalah cangkangnya saja. Mereka sama-sama dijajah, ditekan, dituntut bahkan diintimidasi. Rodi dijajah secara fisik, tetapi guru honorer dijajah secara administrasi, ditekan oleh dinas pendidikan dengan kurikulumnya, dituntut kepala sekolah untuk mencapai visi misi yang telah ditargetkan dab bahkan diintimidasi oleh psikologis murid yang mubgkin akan menguras emosi guru. Betapa kemerdekaan hanya sebuah tatapan kosong belaka bagi para guru honorer. Ia adalah semu yang nyata saat ini. Kemerdekaan bangsa ini, entah siapa yang paling berhak menikmatinya sementara keadilan sosial belumlah merata.
Belum lagi kasus-kasus yang mengangkat issue keguruan yang belum selesai sampai sekarang, seperti “serifikasi Guru terganjal, test CPNS dengan syarat-syarat yang njelimet bagi para sepuh, pengangkatan PNS yang rawan kelicikan, dll”. Maka wajar jika saat ini pembangunan bangsa ini mengalami kemandekan bahkan krisis kemanusiaan yang dialami para guru meningkat, ketimpangan sosial yang dilakukan para guru mencuat, serta krisis moralitas para guru semakin memburuk, sehingga citra guru semakin menurun dimata rakyat, hilanglah stigma positif mengenai guru bahwa ia adalah elemen kehormatan yang wajib digugu dan ditiru.
Berdasarkan data Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan ada 837.535 guru yang belum disertifikasi, dari jumlah tersebut, yang sudah sarjana/diploma Iv sebanyak 555.453 orang, sedangkan yang belum sarjana/diploma Iv 282.082 orang. Tahun 2018, pendidikan Profesi Guru dalam jabatan diikuti 20.000 orang. tahun 2019,kuota yang direncanakan 100.000 orang. tetapi pemerintah pusat hanya bisa membiayai 20.000 orang. (kompas,selasa 2oktober 2018). Berarti sisanya 80.000 masih terlantar terabaikan.
Seharusnya pemangku kebijakan memberikan kebijakan sesuai dengan dasar kemerdekaan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Setiap pekerja atau karyawan mempunyai patokan UMR (Uang Minimum Rakyat) sesuai dengan rekomendasi Dewan pengupahan prov jabar no 591/19/XI/Depeprov/2017 tanggal 10 november tahun 2017, perihal rekomendasi upah minimum kebupaten atau kota di prov Jawa Barat.
Minimal setara dengan UMK terendah saja. Mungkin bagi mereka sudah bisa terjamin untuk memfokuskan dirinya berkecimpung di kancah pendidikan. Mengingat guru juga mempunyai sisi kemanusiaan dan kebutuhan yang sama. Terkadang saya merasa kasihan kepada mereka, disamping statusnya yang memprihatinkan, ketambah dengan tuntutan yang megadinamis dari setiap kebijakan pemerintah yang sama sekali tidak berkaitan dengan peningkatan kualitas. Guru terkungkung oleh administrasi yang sangat panjang, sehingga fikiran mereka terlalu berfokus kepada hal hal yang berbau kertas bukan pada praktek pengamalan langsung di lapangan.
Perlu adanya inovasi yang menopang serta mendukung keberlangsungan proses pendidikan kita, terutama tentang kiprah guru di sekolah. Agar guru tidak lagi sekedar menuntaskan target kurikulum yang bersifat administrasi, namun guru yang mampu melihat kebutuhan anak supaya anak dapat berkembang dengan baik dan tercipta hubungan emosional, sehingga daya cipta kemanusiaan diantara guru dan anak tidak hanya terbangun dari status kelembagaan, tetapi lebih dari itu. Guru mampu membangkitkan hubungan emosional agar berpusat kepada kerja pengembangan potensi dan mendayagunakan potensi anak secara maksimal.
Semoga profesi keguruan menjadi profesi yang masih berstatus pahlawan tanpa tanda jasa dengan cara menghargai serta memerhatikan kemanusiaannya.
Penulis: Ajang M Abdul Jalil
Discussion about this post