INILAHTASIK.COM | Pasca penahanan Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman oleh KPK belum lama ini, muncul Hastag Kami Dukung Budi di Situs Pemerintah Kota Tasikmalaya, dan hal itu menuai beragam pendapat di tengah masyarakat.
Akademisi Kota Tasikmalaya Asep M Tamam, menyebut bahwa masyarakat sendiri sejatinya mengapresiasi hal-hal yang berhubungan dengan prestasi, kenaikan, dan jasa atau hasil kerja peninggalan Budi Budiman.
Namun, ia mengkhawatirkan bahwa hal tersebut tidak proposional, sehingga bentuk dukungan serta pembelaan terhadap Budi Budiman menjadi lumrah yang nantinya bisa menjadi pemicu dan pemacu kekuatan lain untuk melakukan hal yang sebaliknya.
Asep mengaku sewaktu belajar di pondok pesantren tidak diajarkan membenarkan yang salah, dan sebaliknya. “Jadi esensi persoalan ini dikhawatirkan akan ada upaya membenarkan yang salah,” katanya, Rabu (27/10/2020).
“Kita proposional saja kalau ada yang mau mengkaji persoalan ini dalam perspektif hukum di kota Tasikmalaya. Saya yakin, masih ada yang lurus demi hukum, tidak melihat kepentingan politik,” jelasnya.
Ia menyebut, kasus yang terjadi saat ini adalah penyuapan, sehingga jika dilihat dari logika agama berarti Budi Budiman tidak melakukan sesuatu untuk memperkaya diri, dan tidak ingin berandai-andai (suap) sudah biasa dilakukan sebelumnya untuk memancing anggaran dengan umpan (uang).
“Kita juga tak mengandai-andai, uang pribadi tersebut nantinya untuk keuntungan pribadi. Tapi yang jelas, kenapa suap dilarang karena yang menyuap itu orang yang memiliki kebutuhan. Beda dengan yang disuap, sehingga kita tidak dibenarkan menutup realitas dari apa yang terjadi,” ucapnya.
Dengan demikian, dirinya pun terus intens melawan politik uang (money politic) di setiap even politik. Sebab, lanjut ia, apapun harus disepakati dan jika caranya (suap) itu salah.
Asep menilai, kepala daerah saat ini sudah menyerah pada konteks sistem yang salah. “Saya ingin, siapapun pemimpin harus berani melawan itu,” tandasnya. Dra
Discussion about this post