INILAHTASIK.COM | Masih ingat dengan kasus ayah kandung berinisial OR (50), di Kecamatan Sukahening, Kabupaten Tasikmalaya yang tega memperkosa anak kandungnya selama 1 tahun terakhir.
Korban yang sudah menikah itu kerap dipaksa melayani nafsu bejat ayahnya. Jika menolak ia diancam akan dicekik dan dipukul. Kini kasus tersebut sudah ditangani pihak berwajib, sang ayah bejat itu sudah mendekam dibalik jeruji besi guna mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Nasib pilu yang dialami korban rupanya tak berhenti di situ. Kini, ia harus menerima kenyataan dikucilkan oleh lingkungan tempat tinggalnya, bahkan keluarganya pun tak mau menerima korban.
Selain itu, rumah tangganya pun kandas, karena sang suami lebih memilih untuk berpisah darinya. Di tengah keterpurukan yang dialami, keberadaan korban luput dari perhatian pemerintah. Atas kondisi yang terjadi menimpa korban, aktivis perempuan turut menyoroti persoalan tersebut.
Direktur Eksekutif DEEP, Neni Nur Hayati angkat bicara. Ia mengatakan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terjadi di Kabupaten Tasikmalaya beberapa waktu lalu cukup mengejutkan publik.
“Saat ini, kami tengah mengawal dan mendampingi korban kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang ayah kepada anak kandungnya. Kami melakukan advokasi fisik dan psikis korban, juga mendorong kepada pihak terkait untuk mengusut tuntas kasus ini. Kami juga meminta pemerintah daerah lebih peka, mengingat kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Tasikmalaya ibarat gunung es, dan kasus semacam ini kerap terjadi,” paparnya, Sabtu (27/03/2021).
Ia menegaskan, semua yang telah terjadi harus dijadikan pelajaran berharga bagi pemerintah Kabupaten Tasikmalaya untuk meminimalisir kasus tersebut.
“Kami juga mendesak Pemkab Tasik agar segera menindaklanjuti terhadap korban kekerasan perempuan dan anak, jangan pernah menganggap kasus ini sebagai persoalan yang sepele, karena bagaimana pun korban kekerasan itu masih punya masa depan, dan ini akan berpengaruh terhadap masa depan korban,” ucapnya.
Pihaknya mendorong instansi terkait, dalam hal ini Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak, juga organisasi masyarakat agar lebih peka, turut mengadvokasi dan sosialisasi minimal di lingkungan terdekat kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak lagi terjadi.
Sementara itu, Direktur Yayasan Taman Jingga, Ipa Zumrotul Falihah menuturkan, dirinya mendapat informasi dari KPAID bahwa ada kasus perkosaan terhadap anak oleh ayah kandungnya.
Ia menyebut, sebetulnya kasus ini sudah diproses sejak Januari lalu, dan pelaku saat ini sudah di penjara. Namun yang memprihatinkan saat ini korban ditelantarkan.
“Ibarat pepatah, sudah jatuh tertimpa tangga, yang seharusnya korban mendapat rangkulan dari keluarga, dan lingkungan. Ini malah sebaliknya, korban diabaikan dan dikucilkan, padahal dia adalah korban. Bayangkan, sudah diperkosa, ditelantarkan, kemudian dibuli, tidak ada yang merehabilitasi, dimana pihak-pihak terkait, dimana peran pemerintah, kenapa terjadi seperti ini,” ungkapnya.
Dirinya berharap, kasus tersebut bisa membuka mata semua pihak agar jika ada korban serupa dapat bersinergi dengan lingkungan, masyarakat, keluarga, pemerintah, dan lainnya untuk bisa mengadvokasi, terutama pemulihan psikis korban.
Sebagai warga negara, lanjutnya, korban ini harus mendapat pendampingan, baik secara hukum, medis atau psikologi. Saat ini yang dialami korban malah mendapat ragam masalah baru yang timbul pasca perbuatan bejat ayahnya, kini korban dalam tekanan berat. Secara ekonomi, korban pun kini tak ada yang menafkahi.
“Kami dari Yayasan Taman Jingga merespon informasi dari KPAID, mengingat usia korban tidak masuk kategori anak di bawah umur. Kami akan coba bersinergi dengan semua pihak, untuk mengadvokasi korban, terutama masyarakat sekitar, dimana pun dan seperti apapun bentuk kejadiannya, tolong jangan kucilkan korban, coba bayangkan jika hal itu menimpa keluarga sendiri,” tegasnya. (Tim}
Baca Juga: Nama Baik Sekolah Tercoreng, Siswa MAN 3 Ciawi Mengadu ke KPAID
Discussion about this post