INILAHTASIK.COM | Soliditas Buruh Tasikmalaya (SBT) menggelar audensi dengan Pemerintah Kota Tasikmalaya, di ruang rapat Sekretaris Daerah (Sekda), Kamis (21/03/2019).
Kedatangan perwakilan serikat buruh tersebut dalam rangka mempertanyakan kembali keseriusan Pemkot dalam membuat peraturan ketenagakerjaan guna melindungi hak-hak pekerja.
Dikonfirmasi usai audiensi, Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Tasikmalaya, Rahmat Mahmuda mengatakan ada beberapa tuntutan yang disampaikan serikat pekerja. Pihaknya sepakat terkait pembuatan Peraturan Daerah (Perda) Ketenagakerjaan dan akan dikaji lebih dalam.
“Kita juga minta masukan dari serikat, mudah-mudahan di anggaran perubahan nanti dapat dialokasikan untuk membuat kajian naskah akademisnya, sehingga akhir tahun sudah dapat dimasukan ke DPRD, karena salah satu syaratnya harus ada itu. Kita juga tak ingin terburu-buru dalam membuat Perda ini, jangan sampai seperti di Karawang, Perdanya dicabut oleh Provinsi karena dianggap bertabrakan,” ungkap Rahmat.
Kemudian, lanjut ia, tuntutan selanjutnya berkaitan dengan adanya dugaan pelanggaran ketenagakerjaan yang saat ini tanggungjawab pengawasannya bukan lagi menjadi kewenangan dinas, melainkan di ranah Pemerintah Provinsi melalui Balai Pengawasan.
“Nanti akan kita dorong, selain mengawasi enam kota/kabupaten juga dibuat pengawasan khusus untuk Kota Tasik, mengingat persoalan lebih banyak terjadi di sini,” sambungnya.
Lalu berikutnya soal pembinaan perusahaan. “Jujur kita akui jumlah SDM yang ada saat ini sangat terbatas, termasuk dukungan anggarannya. Kita harap ke depan, ada tambahan SDM lagi, dan untuk sementara kita akan kolaborasi dengan teman-teman dari serikat pekerja juga asosiasi pengusaha berkenaan dengan penanganan masalah ketenagakerjaan,” tegas Rahmat.
Terkait masalah publikasi peraturan perusahaan, pihaknya juga mengakui belum optimal, terlebih Disnaker merupakan dinas yang baru dibentuk beberapa tahun lalu.
“Untuk saat ini yang bisa kita lakukan terus sosialisasi berkenaan dengan peraturan ketenegakerjaan meski sangat terbatas,” ujar ia.
Selanjutnya lagi berkenaan dengan perusahaan yang melanggar aturan yang memang dendanya cukup besar. Berkaitan dengan hal itu, pihak dinas hanya bisa melakukan pembinaan, dan bagi perusahaan yang sudah tidak bisa dibina serta terindikasi ada pelanggaran pidana, maka akan diserahkan ke Balai Pengawasan.
“Kalau yang sifatnya perdata akan kita coba mediasi, sehingga perselisihan antara pekerja dan perusahaan dapat diselesaikan,” katanya.
Ihwal pelanggaran yang dilakukan perusahaan, menurutnya, bukan karena pemerintah belum memiliki peraturan.
“Kalau kita hitung, kurang lebih ada sekitar 207 peraturan yang mengatur tentang ketenagakerjaan, mulai dari undang-undang, Instruksi Presiden, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri dan Pergub. Dengan sederet peraturan itu tidak menutup kemungkinan ada saja perusahaan yang tidak patuh,” pungkas Rahmat. (Pid)
Discussion about this post