INILAHTASIK.COM | Beberapa waktu lalu bangunan tembok penahan tanah (TPT) Sungai Cilamajang Kecamatan Kawalu Kota Tasikmalaya, ambruk. Berbagai asumsi atau pendapat pun muncul dari sejumlah pihak. Ada yang menyebutnya karena faktor alam dan ada juga yang berasumsi bahwa teknis pengerjaan tidak dilaksanakan sesuai dengan spesifikasinya.
Sementara ini, dikabarkan bangunan dari proyek pengerjaan yang masih dalam tahap pemeliharaan itu telah diperbaiki oleh pihak rekanan sebagai bentuk rasa tanggung jawabnya. Namun, berkaitan dengan hal tersebut ada sebagian kalangan yang berkomentar miring mengingat bukan hanya dari sisi perbaikannya yang harus dilihat melainkan kualitas pengerjaannya pun lebih utama untuk dievaluasi.
Seperti ditegaskan salah satu Pemerhati Lingkungan Ir. Sukinta, baru-baru ini, ambruknya TPT dalam kurun waktu yang relatif singkat dari masa kontraknya pada akhir tahun 2017 itu merupakan kegagalan bangunan. Menurut Undang-Undang Jasa Konstruksi, terang Ia, kegagalan bangunan ada dua hal, yakni dari sisi perencanaan atau pelaksanaannya.
“Kalau sudah terjadi seperti ini biasanya tim dari dinas akan memastikan penyebabnya. Jika aspek perencanaan sudah benar, berarti pelaksanaannya yang tidak benar. Begitu juga sebaliknya,” jelas Sukinta, seperti dikutip salah satu media cetak lokal mingguan di Kota Tasikmalaya.
Dirinya mengaku, sejauh ini tidak bisa menyimpulkan bahwa ambruknya tembok Sungai Cilamajang akibat dari buruknya kualitas pengerjaan, namun berpendapat jika pengawasannya benar tentu kejadian-kejadian seperti itu dapat diminimalisasi. Yang menjadi catatannya, kalau pun ada upaya perbaikan, tetap harus ada peningkatan kualitas.
Sukinta sedikit mengulas, yang menjadi pemicu ambruknya TPT tersebut dimungkinkan akibat minimnya suling-suling pembuangan air yang seharusnya sudah dapat diperhitungkan. Dengan demikian, Ia mengatakan, setelah kejadian semestinya pihak dinas penyedia pekerjaan bersikap tegas, salah satunya dengan tidak memberikan lagi pekerjaan kepada rekanannya setidaknya dalam satu tahun anggaran karena sudah jelas wanprestasi.
“Kejadian seperti ini harus jadi bahan evaluasi untuk mencari titik lamahnya, karena ini fakta bentuk kegagalan bangunan. Tidak perlu ada sanggahan apapun, tinggal bagaimana dinas menyikapinya agar ke depan tidak sampai terulang lagi,” tandasnya. (I-03)
Discussion about this post