INILAHTASIK.COM | Pemanggilan Wali Kota Tasikmalaya, Budi Budiman oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jadi bahan persoalan. Para mahasiswa lintas kampus di Tasikmalaya meminta kejelasan soal duduk perkara yang membuat sejumlah pejabat di Kota Santri ini berurusan dengan lembaga antirasuah tersebut.
Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa se-Tasikmalaya menggeruduk Gedung DPRD Kota Tasik untuk meminta penjelasan, Senin (17/09/2018). Mereka berasal dari Universitas Negeri Siliwangi, Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Perjuangan dan juga sejumlah kampus lainnya.
Koordinator Pusat Alinasi BEM Tasikmalaya, Hilma Fanniar Rohman menilai pemanggilan Budi oleh KPK menandakan adanya sesuatu yang tak beres di tubuh pemerintahn daerah. Dia berkesimpulan bahwa kedatangan KPK sebagai pertanda buruk keberadaan masalah besar di tubuh Pemkot Tasik.
“Kita merasa ketika Pak Wali dipanggil berarti ada yang tidak beres di Kota Tasikmalaya, dan kita mengingatkan Pak Wali harus amanah dalam memegang amanahnya. Sampai hari ini, memang belum ada kekuataan hukum tetap yang menyatakan Pak Wali bersalah. Tetapi secara psikologis ini sudah membuktikan ada masalah besar di Tasikmalaya sampai KPK datang ke sini,” katanya.
Dia mengatakan informasi soal pemanggilan Budi oleh KPK belum bisa dikatakan terang-benderang. Mahasiswa menilai Budi perlu memberikan informasi soal pemanggilan KPK secara lebih terbuka. Cara yang diajukan mereka, DPRD harus melakukan pemanggilan terhadap Budi untuk membahas secara spesifik persoalan terkait KPK.
“Salah satunya permasalahan yang ada di KPK, karena hari ini berita yang tersebar simpang siur. Kita memerlukan berita yang memang bersumber dari si orangnya langsung. Kita ingin tahu sebenarnya ada masalah apa yang terjadi di Tasikmalaya dan itu bisa dilakukan oleh DPRD, karena kita sudah mengupayakan bertemu dengan Pak Wali namun selalu gagal,” terang dia.
Sejauh ini, Budi telah dua kali mendatangi KPK yakni pada tanggal 14 dan 20 Agustus 2018 lalu. Dalam kedua pemanggilan tersebut, Budi diperiksa sebagai saksi dugaan suap usulan dana perimbangan keuangan daerah pada RAPBN Perubahan Tahun Anggaran 2018.
Selain Budi, ada sejumlah pejabat lain di lingkungan Pemerintah Kota Tasikmalaya yang sempat memenuhi panggilan sebagai saksi, antara lain Kepala Sub Bagian Perlengkapan Bagian Umum Sekretariat Daerah Kota Tasik, Galuh Wijaya, Kepala Dinas Kesehatan, Cecep Zainal Kholis, Sekretaris Dinas PUPR, Adang Mulyana dan Ajudan Walikota Pepi Nurcahyadi.
Pemeriksaan saksi-saksi pejabat di Kota Tasik dilakukan setelah KPK menemukan sejumlah dokumen penganggaran dari Kota Tasik dan pelbagai daerah lainnya. Dokumen tersebut diamankan KPK sebagai hasil serangkaian penggeledahan di sejumlah lokasi terkait kasus dugaan suap dengan tersangka utama salah satu pejabat di Kementerian Keuangan, Yaya Purnomo.
Selain Yaya, KPK juga telah menetapkan tiga tersangka lain dalam kasus ini, yaitu anggota Komisi XI DPR dari fraksi Partai Demokrat Amin Santono, kontraktor terduga oemberi suap Ahmad Ghiasti dan seorang perantara Eka Kamaluddin. Budi mengakui jika Pemkot Tasik memang menitipkan dokumen terakit APBN Perubahan 2018 dan usulan 2019 kepada Yaya selaku salah satu pejabat di Kementerian Keuangan.
Sementara itu, Ketua DPRD Kota Tasik Agus Wahyudin mengatakan para legislator tidak bisa mempertanyakan pemeriksaan kasus yang menyeret nama sejumlah pejabat di Kota Tasik dalam rapat-rapat mereka. Menurutnya hal tersebut berada di luar ranah dan wewenang dewan.
“Komunikasi informal kan sering. Kalau komunikasi formal melalui rapat, kan, kita bukan pada ranahnya itu. Kalau komunikasi sebatas perencanaan anggaran, mengevaluasi anggaran, melaksanakan anggaran, sering itu. Tapi informal saja cerita bahwa kasusnya begini-begini, tidak ada masalah dan itu sudah selesai sudah tuntas,” kata dia. (Sopyan)
Discussion about this post