INILAHTASIK.COM | Ambruknya dua tembok pembatas Rumas Sakit Purbaratu dan RS Tipe D Dewi Sartika Kawalu pada waktu hampir bersamaan, mendapat sorotan dari sejumlah pihak, salah satunya ahli konstruksi bangunan.
Anggota Persatuan Insinyur Indonesia (PII), sekaligus Praktisi Konstruksi Bangunan, Ir. Nanang Nurjamil, MM saat diminta tanggapannya, Jum’at (20/11/2020) mengatakan, Inspektorat seharusnya pro aktif melakukan koordinasi dengan dinas terkait, dalam hal ini Dinas PUPR sebagai penasihat teknis dan Dinas Kesehatan sebagai penanggungjawab kegiatan.
“Lakukan pengecekan ke lapangan, lakukan analisa secara menyeluruh, apa faktor penyebab dan kenapa benteng bangunan tersebut bisa ambruk. Kalau melihat fakta curah hujan yang terjadi saat itu, sebetulnya tidak terlalu ekstrim, masih dalam kategori wajar, tetapi kenapa benteng tersebut bisa ambruk?,” tanyanya.
Ia memprediksi kemungkinan besar adanya salah konstruksi. Untuk itu, harus dilakukan pemeriksaan. “Panggil konsultan perencana, konsultan pengawas dan kontraktor pelaksananya,” tegas Nanang.
“Jika ada temuan kesalahan, baru dilakukan perbaikan. Jangan main langsung perbaiki tanpa ada analisa yang jelas, karena tidak menutup kemungkinan akan kembali ambruk seperti itu, bahkan kemungkinannya bisa lebih luas,” tuturnya.
Menurut Nanang, konstruksi dinding bangunan itu adalah satu kesatuan yang saling mengikat, sehingga kalau satu bagian rubuh atau ambruk, maka ada kemungkinan bagian lain akan mengalami hal yang sama.
“Jangan pandang enteng soal konstruksi bangunan, apalagi ini bangunan Rumah Sakit yang jika terjadi bencana evakuasinya tidak sederhana dan menyangkut nyawa serta keselamatan orang banyak,” ucapnya.
Dinding itu, kata Nanang, bagian penting dari bangunan yang berkaitan dengan konstruksi dan satu kesatuan tidak terpisahkan dengan fondasi, kolom, sloof, atap, dan bagian-bagian lainnya menjadi satu kesatuan (integrated construction).
“Periksa data hasil sondir tanahnya, jangan sampai konstruksinya tidak sampai pada tanah keras. Itu saran saya sebagai praktisi konstruksi bangunan,” ungkapnya.
Ia menyebut, pihak Inspektorat jangan diam dan justru harus menjadi leading sector yang pro aktif untuk melakukan pemeriksaan. “Jangan selalu memberikan alasan mudah dan klise dengan mengatakan ‘itu faktor alam’,” papar Nanang.
“Jika tidak ada ahli dibidang konstruksi di Inspektorat dan PUPR, maka segera minta bantuan tenaga ahli pihak ketiga atau dari masyarakat, dan jangan dibiasakan saling tuding atau lempar tanggungjawab kalau ada permasalahan dalam sebuah proyek, duduk bersama cari solusi dan segera lakukan tindakan,” pungkasnya. (Pid)
Discussion about this post